opini hati :)


Dia itu putri dari seorang kiayi terpandang, lelaki beruntung yang bisa mendapatkannya  untaian kata-kata itu sering kali terdengar, ungkapan “Buah tak jauh dari pohonya” sudah menjadi paradigma yang melekat pada masyarakat saat ini. Wajar memang, sungguh manusiawi jika keturunan, kecantikan ataupun harta dan yang pastinya keshalihahan menjadi pandangan objektif  bagi sebagian orang untuk menentukan pilihan. Tak dipungkiri dengan keturunan yang terhormat mengantarkan kita kepada derajat kemulian, dengan kecantikan memperbaiki keturunan kita selanjutnya, Harta bisa memberikan sumbangsih kebahagiaan dalam perjuangan hidup. Kalaulah saya menjadi orang tua dari seorang putra saya pun akan mempertimbangkan ketiga hal tersebut sebagai rujukan tambahan setelah aspek keshalihahannya.
            Tetapi selalu ada pengecualiaan dari setiap fenomenanya. Tak semuanya ibu tiri itu jahat, tak semuanya yang nakal itu bodoh dan tak semuanya yang kaya itu bahagia. Begitupun dengan hal ini tak selamanya keturunan, kecantikan ataupun harta bisa menjamin kebagiaan yang abadi. Dan sungguh bijaksana Rasulullah menjadikan keshalihahan sebagai prioritas utama dalam menenukan pilihan. Memilih karena keturunannya saja dengan sekejap Allah bisa menghancurkan kehormatan keturunannya, dengan kecantikan seiring berjalannya waktu memudar juga kecantikan yang dulu dibanggakannya dan dengan harta tak sulit bagi Allah untuk memusnahkannya dengan sekejap harta yang selama ini di dambakannya. Tapi jika memilih karena keshalihahannya? Allah menjamin kebahagiaan di dunia dan akhiratnya. Subhanallah …
            Saya sangat terharu ketika teman saya mencerikan kisah Sahabat Rasulullah SAW. Ummar bin Khotob. Suatu ketika Umar bin Khotob menjadi seorang khalifah ia berkeliling untuk memastikan keadaan rakyatnya. Dan pada saat itu umar mendengar percakapan antara ibu penjual susu dan anaknya, sang ibu yang berencana untuk mencurangi susu dagangannya tetapi dengan kata-kata indahnya sang anak mengingatkan sang ibu untuk jujur dan tidak berbuat yang demikian. Dan pada saat itu pula Umar terharu kepada anak yang berusaha jujur dan mengingatkan ibunya itu dan menikahkan anak kandungnya. Umar takjub akan keshalihahan sang anak penjual susu, tak melihat siapa orangtuanya walau sang ibu berniat jahat, Dan walaupun pada saat itu umar menjabat seorang khalifah, jabatan yang maha agung. Sungguh inspiratif bukan? Dan itulah Islam bersikap.
            Bersikap bijak, objektif dan demokratis adalah sebuah keharusan dalam menentukan pilihan, apapun itu. Tak ada yang tahu bagaimana skenario selanjutnya dari sang sutradara hidup. Yang saya tahu Allah Maha Adil, Ada rencana lain dari setiap ketetapannya. Sesuai janji yang tak pernah di ingkarinya “Lelaki yang Baik diperuntukan untuk wanita yang baik, wanita yang baik diperuntukan untuk lelaki yang baik
           

0 komentar:

Posting Komentar

Kamis, 14 Februari 2013

opini hati :)

Diposting oleh Mega Octaviani di 05.32

Dia itu putri dari seorang kiayi terpandang, lelaki beruntung yang bisa mendapatkannya  untaian kata-kata itu sering kali terdengar, ungkapan “Buah tak jauh dari pohonya” sudah menjadi paradigma yang melekat pada masyarakat saat ini. Wajar memang, sungguh manusiawi jika keturunan, kecantikan ataupun harta dan yang pastinya keshalihahan menjadi pandangan objektif  bagi sebagian orang untuk menentukan pilihan. Tak dipungkiri dengan keturunan yang terhormat mengantarkan kita kepada derajat kemulian, dengan kecantikan memperbaiki keturunan kita selanjutnya, Harta bisa memberikan sumbangsih kebahagiaan dalam perjuangan hidup. Kalaulah saya menjadi orang tua dari seorang putra saya pun akan mempertimbangkan ketiga hal tersebut sebagai rujukan tambahan setelah aspek keshalihahannya.
            Tetapi selalu ada pengecualiaan dari setiap fenomenanya. Tak semuanya ibu tiri itu jahat, tak semuanya yang nakal itu bodoh dan tak semuanya yang kaya itu bahagia. Begitupun dengan hal ini tak selamanya keturunan, kecantikan ataupun harta bisa menjamin kebagiaan yang abadi. Dan sungguh bijaksana Rasulullah menjadikan keshalihahan sebagai prioritas utama dalam menenukan pilihan. Memilih karena keturunannya saja dengan sekejap Allah bisa menghancurkan kehormatan keturunannya, dengan kecantikan seiring berjalannya waktu memudar juga kecantikan yang dulu dibanggakannya dan dengan harta tak sulit bagi Allah untuk memusnahkannya dengan sekejap harta yang selama ini di dambakannya. Tapi jika memilih karena keshalihahannya? Allah menjamin kebahagiaan di dunia dan akhiratnya. Subhanallah …
            Saya sangat terharu ketika teman saya mencerikan kisah Sahabat Rasulullah SAW. Ummar bin Khotob. Suatu ketika Umar bin Khotob menjadi seorang khalifah ia berkeliling untuk memastikan keadaan rakyatnya. Dan pada saat itu umar mendengar percakapan antara ibu penjual susu dan anaknya, sang ibu yang berencana untuk mencurangi susu dagangannya tetapi dengan kata-kata indahnya sang anak mengingatkan sang ibu untuk jujur dan tidak berbuat yang demikian. Dan pada saat itu pula Umar terharu kepada anak yang berusaha jujur dan mengingatkan ibunya itu dan menikahkan anak kandungnya. Umar takjub akan keshalihahan sang anak penjual susu, tak melihat siapa orangtuanya walau sang ibu berniat jahat, Dan walaupun pada saat itu umar menjabat seorang khalifah, jabatan yang maha agung. Sungguh inspiratif bukan? Dan itulah Islam bersikap.
            Bersikap bijak, objektif dan demokratis adalah sebuah keharusan dalam menentukan pilihan, apapun itu. Tak ada yang tahu bagaimana skenario selanjutnya dari sang sutradara hidup. Yang saya tahu Allah Maha Adil, Ada rencana lain dari setiap ketetapannya. Sesuai janji yang tak pernah di ingkarinya “Lelaki yang Baik diperuntukan untuk wanita yang baik, wanita yang baik diperuntukan untuk lelaki yang baik
           

0 komentar on "opini hati :)"

Posting Komentar