Dulu ketika usiaku
masih dala pengasuhan kedua orangtuaku, do’aku yang selalu aku sertakan tak
lain adalah menjadi anak yang shalehah, yang kelak bisa membanggakan kedua
orang tuaku, negaraku serta agamaku. Tapi sekarang do’aku bertambah. Sedikit
tapi bermakna. Kelak ketika aku menjadi seorang istri dan seorang ibu, aku
ingin menjadi seorang istri dan ibu seperti ibuku…
Ibu adalah sesosok
cinta sejati. Perjalanan kehidupanku sampai dua puluh tahun. Sama sekali tak
lepas dari peran seorang ibu. Bahkan ketika di saat raga kita terpisajh, ikatan
jiwa itu selalu ada. Risauku, risaunya ibu juga. Bahagiaku, bahagianya ibu
juga. Sederhana tapi menyentuh.
Dari pagi ini membuka
mata, sampai malam mata ini terlelap beribu peran yang ibu lakukan. Sampai saat
ini usiaku menginjak usia 21 tahun. Ibu selalu membangunkan, menyiapkan sarapan
sampai menyiapkan keperluan kuliahku. Padahal multiperan yang ibu lakukan saat
ini cukup berat. Dia harus bekekrja, menjadi seorang istri dan ibu yang siaga
di saat anak-anak dan suaminya butuhkan. Bahkan kadang cucian aku pun sering
kali diberantas ibu. Tapi ibu jarang sekali mengeluh, walaupun aku tau sering
sekali ibu membeli pobat pusing atau obat sakit badan. Tapi untuk mengeluh, itu
bukan ibu banget. Sangat berbeda dengan aku saat ini..
Ibu adalah istri yang tidak neko-neko. Di saat
ibu-ibu lainnya mempercantik dirinya dengan berbagai perhiasan ataupun dengan
beju-baju mewahnya. Ibuku bukan tipe seperti itu. Pendidikan anak-anak lah yang
menjadi prioritasnya. Ketika ibu mempunyai uang ibu lebih menginvestasikan
uangnya untuk pendidikan anak-anaknya atau renovasi rumah.
Bagi aku, ibu adalah
komunikator yang baik. Ibu bisa memilah dan memilih gaya dan cara komunikasi
sesuai dengan situasi dan kondisinya. Di lingkungan rumah, jarang sekali
terdengar kata-kata kasar, karena gaya bahasa ibu yang lembut membuat
anak-anaknya serta suaminya terbiasa dengan kelembutan juga. Walaupun tidak di
pungkiri ketika emosi tertanam intonasi
pun menjadi agak sedikit berbeda.
Selanjutrnya yang aku
sukai dari seorang ibu, ibu adalah ibu yang pintar. Setiap luang waktunya
selalu ibu habiskan untuk membaca. Bahkan buku yang sudah di baca pun di baca
ulang kembali guna memenuhi kebiasaan membacanya. Terkdang ibu menyuruh aku
meminjam buku di pusda. Tak hanya itu ibu rajin menonton berita. Entahlah,
mungkin karena anaknya sedang ada di jurusan jurnalistik. TV One dan Metro TV
jadi tv tontonan kita, sering kalki debat dan shering ada ketika kita
bersama-sama menontok berita.Ibu juga rajin sekali membaca qur’annya,
tahajudnya, sholat dhuhanya. Terkadang aku malu sama diri aku sendiri belum
bisa mengoptimalkan ilmu yang aku dapatkan.
Maka dari itu aku
menuliskan ibu sebagai inspirator kehidupanku kedepan.
Keinginan ibu yang selalu ibu utarakan, ibu ingin melihatku
memakai toga. Kebanggan tersendiri bagi seorang ibu yang bisa melihat anaknya
memakai toga, bergelar sarjana. Walaupun aku tahu gelar sarjanaku takan bisa
membalas semua perjuangan seorang ibu. Karenanya aku seperti ini. Aku ingin
berjuang untuk itu, setidaknya bisa membuat ibu tersenyum bangga mempunyai anak
seperti aku.
Kini rambut ibu sudah mulai memutih, dan sampai usia 20
tahun ini aku belum bisa menjadi seorang anak yang di harapkan ibu. Sering
sekali aku tidak menggubris perintah-perintahnya, ngelakuin yang ibu larang.
Sering juga aku marah ga jelas hanya karena sebuah keinginan yang segera harus
dipenuhi. Tetapi tetap saja mereka memaafkan dan terus menyanyangiku sampai
saat ini. Doa’kan ega ibu, semoga ega selalu bisa untuk membuat ibu tersenyum.
Sama halnya dengan ibu, yang ingin terus membuat anaknya tersenyum..
0 komentar:
Posting Komentar